BAB I
PENDAHULUAN
Tidak ada keberuntungan bagi umat manusia di dunia dan akhirat kecuali dengan Islam. Kebutuhan mereka terhadapnya melebihi kebutuhan terhadap makanan, minuman, dan udara. Setiap manusia membutuhkan syari'at. Maka, dia berada di antara dua gerakan; gerakan yang menarik kepada perkara yang berguna dan gerakan yang menolak marabahaya. Islam adalah penerang yang menjelaskan perkara yang bermanfaat dan berbahaya.
Islam mengajarkan bagaimana manusia seharusnya bertindak sebagai makhluk dan bagaimana manusia memposisikan Allah sebagai Sang Khalik. Allah menciptakan segala yang ada dilangit dan dibumi dan seluruhnya bisa diambil manfaatnya oleh manusia. Tentu saja hal ini merupakan nikmat yang tidak bisa dihitung dan diukur nilainya dengan apapun juga. Allah tidak pernah membutuhkan imbalan atas apa yang telah diberikan kepada manusia namun manusialah yang mempunyai kewajiban untuk bersyukur atas apa yang telah dikaruniakan-Nya.
Bukan hanya menciptakan dunia, langit seisinya, bahkan Allah menciptakan akherat yang merupakan kelanjutan hidup setelah berakhirnya kehidupan duniawi. Akherat adalah tempat yang diciptakan Allah sebagai balasan dan imbalan kepada manusia atas segala perbuatannya ketika hidup didunia. Jika manusia berbuat baik dengan melaksanakan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya, maka syurgalah imbalannya, dan jika sebaliknya maka neraka penuh siksaan pedihlah tempat ia kembali.
BAB I
PEMBAHASAN
I. SYUKUR NIKMAT
a. Pengertian
Menurut Kamus Arab – Indonesia, kata syukur diambil dari kata syakara, yaskuru, syukran dan tasyakkara yang berarti mensyukuri-Nya, memuji-Nya.
Menurut bahasa adalah suatu sifat yang penuh kebaikan dan rasa menghormati serta mengagungkan atas segala nikmat-Nya, baik diekspresikan dengan lisan, dimantapkan dengan hati maupun dilaksanakan melalui perbuatan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa syukur menurut istilah adalah bersykur dan berterima kasih kepada Allah, lega, senang dan menyebut nikmat yang diberikan kepadanya dimana rasa senang, lega itu terwujud pada lisan, hati maupun perbuatan.
Firman Allah Q.S. Ibrohim (14): 7:
Artinya : "Jika kamu bersyukur pasti akan aku tambah (nikmat-Ku) untukmu dan jika kamu kufur maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih".
Dalam ayat di atas dinyatakan bahwa kata syukur lawan katanya adalah kufur (menutupi nikmat). Syukur konsekwensinya adalah bertambah nikmat sedang kufur konsekwensinya adalah siksa.
Syukur dibagi menjadi tiga bagian:
1. Syukur dengan hati, yaitu kepuasan bathin atas anugerah.
2. Syukur dengan lidah, dengan mengakui anugerah dan memuji pemberian-Nya.
3. Syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahan
B. Kepada siapa kita bersyukur
Pada prinsipnya segala bentuk syukur harus ditujukan kepada Allah SWT sebagaimana Firman-Nya:
Artinya : "Maka ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku" (Q.S. Al-Baqarah: 152)
Selain bersyukur kepada Allah, Al-Quran pun mengajarkan agar kita pun bersyukur kepada orangtua kita. Sebagaimana firman Allah dalam surat Luqman; 31: 14 :
Artinya : Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
C. Bagaimana cara bersyukur
Allah berfirman dalam Al-quran tentang cara bersyukur dengan hati dan lidah (Q.S. An-Nashr (110):1-3).
Artinya : "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepadaNya sesungguhnya Dia adalah maha penerima Taubat".
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa cara bersyukur dengan hati dan lidah yang dicontohkan Allah adalah :
• Tasbih (Subhanallah)
• Tahmid (Alhamdulillah)
• Istighfar (Astaghfirullahal adhim)
Bersyukur dengan tidaklah cukup dengan lisan saja, karena apa yang telah diucapkan haruslah diwujudkan dalam perbuatan sehari-hari, sebagaimana firman Allah:
Artinya : "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai, dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya" (Ali Imron (3): 92)
II. SEBAB-SEBAB KURANGNYA RASA SYUKUR
Peringatan Allah kepada orang mu'min Allah berfirman dalam Al-quran Q.S. (63) : 9-11 yang artinya "Hai orang-orang yang beriman janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah, barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Tuhanku mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, maka aku akan bersedekah dan aku akan termasuk orang yang soleh!" Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang ajalnya. Dan Allah maha mengenal apa yang kamu kerjakan" ( Al-Munafiqun (63) : 9-11).
Allah SWT sangat perhatian sekali kepada hamba-hambanya di antaranya dengan banyak memberikan peringatan kepada kita, karena Allah sendiri tahu bahwa kita ini adalah mahluk yang suka berbuat salah dan lupa. Memang tidak bisa dipungkiri kebanggan manusia atas dirinya sendiri biasanya tidak lepas dari harta, kekayaan, pangkat, jabatan, tahta, ilmu, dan anak.
Harta biasanya dijadikan kebanggaan manusia padahal Allah banyak sekali memberikan contoh orang-orang yang lalai kepada Allah lalu hancur disebabkan oleh hartanya, salah satunya adalah Qorun (Q.S. 28 : 76-82 ) dan salah satu perkataan sumbangnya yang mengakibatkan kehancuran adalah : "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku" (Q.S. 28: 77).
Anak adalah anugerah sekaligus amanat dan ujian bagi kita bila kita sukses dalam membimbingnya maka itu artinya kita telah punya investasi untuk masa depan, tapi bila kita salah mendidiknya maka itu akan menjadi bencana bagi kita.
III.KUFUR NIKMAT
Tanda-tanda orang yang tidak mensyukuri nikmat, menurut Imam al-Ghazali, tidak cukup dilihat dari keengganannya mengucapkan "Alhamdulillah" . Tetapi juga karena menggunakan kenikmatan pada jalan yang tidak diridhai Allah. Kenikmatan fikiran yang sehat, banyak digunakan oleh orang yang kufur nikmat untuk memikirkan hal-hal yang tidak diridhai Allah.
Sikap yang demikian jauh dari kehendak Allah, karena fikiran yang sehat dan cerdas yang dikurniakan oleh Allah sepatutnya digunakan untuk mengingat Allah dan membantu kita dalam melakukan ibadah dan amal soleh.
Di antara sebab-sebab kufur nikmat antara lain :
1. Lalai dari nikmat Allah.
Jika kenikmatan telah menjadi banyak dengan mengalirnya kebaikan secara terus-menerus, manusia akan lalai dari orang-orang yang tidak mendapatkan nikmat itu. Dia menyangka bahwa orang lain seperti dia, sehingga tidak muncul rasa syukur kepada Pemberi nikmat. Oleh karena itu, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk mengingat-ingat nikmat-Nya atas mereka. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa mengingat-ingat nikmat akan mendorong seseorang untuk mensyukurinya. Allah berfirman.
وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ وَمَا أَنزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنَ الْكِتَابِ وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُم بِهِ
“Dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu, yaitu al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkanNya itu.”
(al-Baqarah: 231)
2. Kebodohan terhadap hakikat nikmat
Manusia seringkali jika melihat suatu kenikmatan diberikan kepadanya dan juga kepada orang lain, bukan kekhususan untuknya, maka dia tidak bersyukur kepada Allah. Karena dia memandang dirinya tidak berada dalam suatu kenikmatan selama orang lain juga berada pada kenikmatan tersebut. Sehingga banyak orang yang berpaling dari mensyukuri nikmat Allah yang sangat besar pada dirinya.
3. Selalu memandang urusan dunia kepada orang yang berada di atasnya
Orang yang Selalu memandang urusan dunia kepada orang yang berada di atasnya, hatinya sibuk dan badannya letih dalam berusaha untuk menyusul orang-orang yang telah diberi kelebihan atasnya berupa harta dunia. Sehingga keinginannya hanyalah untuk mengumpulkan dunia. Dia lalai dari bersyukur dan melaksanakan kewajiban ibadah.
4. Melupakan masa lalu
Di antara manusia ada yang pernah melewati kehidupan yang menyusahkan dan sempit, hidup pada masa-masa yang menegangkan dan penuh rasa takut, baik dalam masalah harta, penghidupan atau tempat tinggal. Dan tatkala Allah memberikan kenikmatan dan karunia kepadanya, dia enggan untuk membandingkan antara masa lalunya dengan kehidupannya sekarang agar menjadi jelas baginya karunia Allah atasnya.
Ya Allah selama ini aku telah menzolimi hatiku sendiri...
BalasHapusYa Allah aku bertaubat atas salahku
Kesimpulan dr syukur dan kufur apa
BalasHapus