2.1. Berbagai Pendekatan Dalam Belajar Mengajar
Dalam kegiatan belajar mengajar yang
berlangsung telah terjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang
menggerakkanya. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan gurulah yang
memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demi
kepentingan anak didik dalam belajar. Guru ingin memberikan layanan yang
terbaik bagi anak didiknya dengan menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan
menggairahkan. Guru berusaha menjadi pembimbing yang baik dengan peranan yang
arif dan bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara
dua guru dengan anak didik.
Ketika kegiatan belajar mengajar itu
berproses, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat, serta mau
memahami anak didiknya dengan segala konsekuensinya. Semua kendala yang terjadi
dan dapat menjadi penghambat jalanya proses belajar mengajar, baik yang
berpangkal dari perilaku anak didik maupun yang bersumber dari luar diri anak
didik, harus guru hilangkan, dan bukan membiarkanya. Karena keberhasilan
belajar mengajar lebih banyak ditentukan oleh guru dalam mengelola kelas.
Dalam mengajar, guru harus pandai
menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang bisa
merugikan anak didik. Pandangan guru terhadap anak didik akan menentukan sikap
dan perbuatan. Setiap guru tidak selalu mempunyai pandangan yang sama dalam
menilai anak didik. Hal ini akan mempengaruhi pendekatan yang guru ambil dalam
pengajaran.
Guru yang memandang anak didik sebagai
pribadi yang berbeda dengan anak didik lainya akan berbeda dengan guru yang
memandang anak didik sebagai makhluk yang sama dan tidak ada perbedaan dalam
segala hal. Maka adalah penting meluruskan pandangan yang keliru dalam menilai
anak didik. Sebaiknya guru memandang anak didik sebagai individu dengan segala
perbedaan, sehingga mudah melakukan pendekatan dalam pengajaran. Ada beberapa
pendekatan yang dapat membantu guru dalam memecahkan berbagai masalah dalam
kegiatan belajar mengajar.
2.1.1.
Pendekatan Individual
Masing-masing anak didik memang mempunyai
karakteristik tersendiri yang berbeda dari satu anak didik dengan anak didik
lainya. Perbedaan individual anak tersebut memberikan wawasan kepada guru bahwa
strategi pengajaran harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek
individual ini. Dengan kata lain, guru harus melakukan pendekatan individual
dalam strategi belajar mengajarnya.
Pada kasus-kasus tertentu yang timbul dalam
kegiatan belajar mengajar, dapat diatasi dengan pendekatan individual.
Misalnya, untuk mengatasi anak didik yang suka bicara. Caranya dengan
memisahkan/memindahkan salah satu anak didik tersebut pada tempat yang terpisah
dengan jarak yang cukup jauh. Anak didik yang suka bicara ditempatkan pada
kelompok anak didik yang pendiam.
Pendekatan individual mempunyai arti yang
sangat penting bagi kepentingan pengajaran. Pengelolaan kelas sangat memerlukan
pendekatan individual ini. Persoalan kesulitan belajar anak lebih mudah
dipecahkan dengan menggunakan pendekatan individual, walaupun suatu saat
pendekatan kelompok diperlukan.
2.1.2.
Pendekatan Kelompok
Pendekatan kelompok diperlukan dan perlu
digunakan untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik. Hal ini
disadari bahwa anak didik adalah sejenis makhluk homo socius, yakni makhluk
yang berkecenderungan untuk hidup bersama.
Dengan pendekatan kelompok, diharapkan
dapat ditumbuh kembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap anak didik.
Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egois yang ada pada diri mereka
masing-masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan sosial dikelas. Tentu saja
sikap ini pada hal-hal yang baik-baik saja. Mereka sadar bahwa hidup ini saling
ketergantungan, seperti ekosistem dalam mata rantai kehidupan semua makhluk
hidup di dunia. Tidak ada makhluk hidup yang terus menerus berdiri sendiri
tanpa keterlibatan makhluk lain, langsung atau tidak langsung, disadari atau
tidak disadari, makhluk lain itu ikut ambil bagian dalam kehidupan makhluk
tertentu.
Ketika guru ingin menggunakan pendekatan
kelompok, maka guru harus sudah mempertimbangkan bahwa hal itu tidak
bertentangan dengan tujuan, fasilitas belajar pendukung, metode yang akan
dipakai sudah dikuasai, dan bahan yang akan diberikan kepada anak didik memang
cocok didekati dengan pendekatan kelompok. Karena itu, pendekatan kelompok
tidak bisa dilakukan secara sembarangan, tetapi harus mempertimbangkan hal-hal
lain yang yang ikut mempengaruhi penggunanya.
Dalam pengelolaan kelas, terutama yang
berhubungan dengan penempatan ank didik, pendekatan kelompok sangat diperlukan.
Perbedaan individual anak didik pada aspek biologis, intelektual, dan
psikologis dijadikan sebagai pijakan dalam melakukan pendekatan kelompok.
Keakraban kelompok ditentukan oleh beberapa
faktor, yaitu:
1. perasaan diterima atau disukai teman-teman
2. tarikan kelompok
3. teknik pengelompokan oleh guru
4. partisipasi/ keterlibatan dalam kelompok
5. penerimaan tujuan kelompok dan persetujuan
dalam
6. struktur dan sifat-sifat kelompok. Sedang
sifat-sifat kelompokitu adalah:
a. suatu multi personalia dengan tingkatan
keakraban tertentu
b. suatu sistem interaksi
c. suatu organisasi atau struktur
d. merupakan suatu motif tertentudan tujuan
bersama.
e. Merupakan suatu kekuatan atau standar
perilaku tertentu
f. Pola perilaku yang dapat diobservasi yang
disebut kepribadian.
2.1.3.
Pendekatan Bervariasi
Ketika
guru dihadapkan kepada permasalahan anak didik yang bermasalah, maka
guru akan berhadapan dengan permasalahan anak didik yang bervariasi. Setiap
masalah yang dihadapi oleh anak didik tidak selalu sama, terkadang ada
perbedaan.
Dalam belajar, anak didik mempunyai
motivasi yang berbeda. Pada satu sisi anak didik mempunyai motivasi yang
rendah, tetapi pada saat lainanak didik mempunyai motivasi yang tinggi. Anak
didik yang satu bergairah belajar, satu atau dua orang anak tidak belajar.
Mereka duduk dan berbicara satu sama lain tentang hal-hal lain yang terlepas
dari masalah pelajaran.
Dalam mengajar, guru yang hanya menggunakan
satu metode biasanya sukar menciptakan suasana kelas Dalam mengajar, guru yang hanya menggunakan satu metode biasanya
sukar menciptakan suasana kelas yang kondusif dalam waktu relatif lama. Bila
terjadi perubahan suasana kelas, sulit menormalkanya kembali. Ini sebagai tanda
adanya gangguan dalam proses belajar mengajar. Akibatnya, jalanya pelajaran
kurang menjadi efektif. Efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan pun jadi
terganggu, disebabkan anak didik kurang mampu berkonsentrasi. Metode yang hanya
satu-satunya dipergunakan tidak dapat diperankan, karena memang gangguan itu
terpangkal dari kelemahan metode tersebut. Karena itu, dalam mengajar
kebanyakan guru menggunakan beberapa metode dan jarang sekali menggunakan satu
metode.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru bisa
saja membagi anak didik kedalam beberapa kelompok belajar. Tetapi dalam hal
ini, terkadang diperlukan juga pendapat dan kemamuan anak didik. Bagaimana
keinginan mereka masing-masing. Boleh jadi dalam satu pertemuan ada anak didik
yang suka belajar dalam kelompok, tetapi ada juga anak didik yang senang
belajar sendiri. Bila hal ini terjadi, maka ada dua kemungkinan yang terjadi
yaitu, belajar dalam kelompok dan belajar sendiri, terlepas dari kelompok,
tetapi masih dalam pengawasan dan bimbingan guru.
Permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak
didik biasanya bervariasi, maka pendekatan yang digunakan pun akan lebih tepat
dengan pendekatan bervariasi pula. Misalnya, anak didik yang tidak disiplin dan
anak didik yang suka berbicara akan berbeda pemecahanya dan menghendaki
pendekatan yang berbeda beda pula. Demikian halnya terhadap anak didik yang
membuat keributan. Guru tidak bisa menggunakan teknik pemecahan yang sama untuk
memecahkan permasalahan yang lain. Kalaupun ada, itu hanya pada kasus tertentu.
Perbedaan dalam teknik pemecahan kasus itulah didekati dengan pendekatan
bervariasi.
2.1.4.
Pendekatan Edukatif
Apapun yang guru lakukan dalam pendidikan
dan pengajaran dengan tujuan untuk mendidik, bukan karna motif-motif lain,
seperti dendam, gengsi, ingin ditakuti, dan sebagainya.
Anak didik yang telah melakukan kesalahan,
yakni membuat keributan dikelas ketika guru sedang memberikan pelajaran, misalnya, tidak tepat
diberikan sanksi hukum dengan cara memukul badanya hingga luka atau cidera. Ini
adalah tindakan sanksi hukum yang tidak bernilai pendidikan. Guru telah
melakukan pendekatan yang salah. Guru telah menggunakan teori power, yakni
teori kekuasaan untuk menundukan orang lain. Dalam pendidikan, guru akan kurang
arif dan bijaksana bila, menggunakan kekuasaan, karena hal itu bisa merugikan
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian ank didik. Pendekatan yang benar bagi
guru adalah dengan melakukan pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap, dan
perbuatan yang guru lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk
mendidik anak didik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma moral,
norma sosial, dan norma agama.
Cukup banyak sikap dan perbuatan yang harus
guru lakukan untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada anak didik. Salah
satu contohnya, misalnya, ketika lonceng tanda masuk kelas telah berbunyi,
anak-anak jangan dibiarkan masuk dulu, tetapi suruhlah mereka berbaris didepan
pintu masuk dan perintahkanlah ketua kelas untuk mengatur barisan. Semua anak
perempuan berbaris sesuai dengan kelompok jenisnya. Demikian juga semua
anak-anak laki-laki, berbaris dalam kelompok sejenisnya. Jadi, barisan dibentuk
menjadi dua dengan pandangan terarah kepintu masuk. Disisi pintu masuk guru
berdiri sambil mengontrol bagaimana anak-anak berbaris didepan pintu masuk
kelas. Semua anak dipersilakan masuk oleh ketua kelas, mereka satu persatu
menyalami guru dan mencium tangan guru sebelum dilepas. Akhirnya, semua anak
masuk dan pelajaran dimulai.
2.1.5.
Pendekatan Pengalaman
Experience is the best teacher, pengalaman
adalah guru yang terbaik. Pengalaman adalah guru bisu yang tidak pernah marah.
Pengalaman adalah guru yang tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh siapapun juga.
Belajar dari pengalaman adalah lebih baik, dari pada sekedar bicara, dan tidak
pernah berbuat sama sekali. Belajar adalah kenyataan yang ditunjukan dengan
kegiatan fisik. Karena itu, the proses of learning is doing, reacting,
undergoing, experiencing. The products of learning are all achieved by the
learner through his own activity.(H.C. Witherington dan W.H. burton, 1986:57)
Meskipun pengalaman diperlukan dan selalu
dicari selama hidup, namun tidak semua pengalaman bersifat mendidik, karena ada
pengalaman yang bersifat tidak mendidik. Satu pengalaman dikatakan tidak
mendidik, jika guru tidak membawa anak ke arah tujuan pendidikan, akan tetapi
menyelewengkan dari tujuan itu, misalnya” mendidik anak menjadi pencopet”
karena itu, ciri-ciri pengalaman yang edukatif adalah berpusat pada suatu tujuan
yang berarti bagi anak, kontinu dengan kehidupan anak, interaktif dengan
lingkungan, dan menambah integrasi anak.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam
mengajar, guru harus pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana,
bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik. Pandangan guru terhadap anak
didik akan menentukan sikap dan perbuatan. Setiap guru tidak selalu mempunyai
pandangan yang sama dalam menilai anak didik. Hal ini akan mempengaruhi
pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain.
Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar